7 Game yang Paling Dibenci Para Gamers
Video game adalah sebuah industri, bukannya organisasi kemanusiaan yang memang diciptakan untuk menghadirkan sedikit kebahagiaan bagi mereka yang menikmatinya.
Sebagai sebuah bisnis, penjualan super masif dan keuntungan tentu saja menjadi target utama yang ingin dicapai oleh setiap publisher dan developer, tidak hanya untuk memastikan diri mereka tetap eksis, tetapi juga memastikan roda perekenomian ini berputar dengan konsisten.
Hal yang serupa juga diterapkan oleh para produsen konsol yang akan terus memutar otak untuk memastikan hal ini terjadi. Namun masalahnya, solusi yang ditawarkan justru seringkali berakhir dengan sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginan gamer, bahkan melahirkan antipati tersendiri.
Aneh memang, namun inilah fakta yang terjadi di lapangan. Berbagai strategi dan kebijakan yang diambil oleh para produsen, developer, dan publisher justru sering berakhir pada hal-hal yang bertolak belakang dengan esensi dari gaming itu sendiri – kesenangan.
Syarat untuk menikmati game kian kompleks dan beragam, bahkan terkadang diambil tanpa mempertimbangkan kondisi gamer secara umum. Dengan dalih untuk menghadirkan pengalaman gaming yang lebih maksimal, quest untuk mencari keuntungan sebesar mungkin ini pun menjadi pertempuran ideologis bagi gamer.
Mempertahankan hak, sekaligus di sisi lain, mengembalikan gaming pada akar yang kian dilupakan.
Dari semua kebijakan yang pernah dan tengah diterapkan oleh industri game, kebijakan apa saja yang paling dibenci oleh para gamer?
hasilnya kurang memuaskan.
1. Fable III
Game bergenre RPG ini mendapat banyak pujian untuk seri pertama dan keduanya. Keduanya sukses mencapai angka penjualan yang tinggi. Kemunculan Fable III digadang-gadang akan lebih baik dan menyempurnakan seri pendahulunya, sekaligus menghasilkan angka penjualan yang lebih tinggi.
Sayangnya, hal itu hanya jadi harapan yang gak kesampaian.
Seri ketiga dinilai malah jauh dari kesempurnaan. Mayoritas pemainnya berpendapat bahwa banyak hal gak penting nan membuang waktu yang harus dilakukan mereka dalam game hingga mengesampingkan misi utama. Selain itu, gameplay Fable III juga dirasa lebih monoton dibanding seri sebelumnya.
2. Diablo III
Game buatan Blizzard ini gak disangka-sangka akan menuai hinaan dari para gamers. Game yang dianggap legendaris karena kesuksesan seri pertama dan keduanya ini gagal memenuhi ekspektasi gamers di serinya yang ketiga. Mereka menilai gameplay Diablo III sangat jauh dari sempurna.
Selain itu, memainkan game ini membutuhkan koneksi internet yang baik dan gak boleh terputus meski hanya sesaat. Gameplay yang dirasa terlalu pendek karena hanya berfokus pada kombinasi skill, serta varian equipmentyang terkesan biasa saja membuat game ini dirasa gagal memenuhi ekspektasi tinggi para gamers.
3. Duke Nukem Forever
Game ini bukanlah sekuel yang punya beberapa seri sebelumnya. Namun, game berjudul Duke Nukem Forever ini pernah digadang-gadang sebagai game terbaik di dunia karena proses pembuatannya yang memakan waktu lama. Bayangkan, semenjak awal dibuat game ini membutuhkan waktu belasan tahun untuk siap dirilis.
Meski karakter Duke tergambar dengan baik di game ini, namun elemen lainnya dinilai gagal total. Grafik dan visualnya dianggap ketinggalan zaman. Selain itu, banyak terselip konten yang dirasa gak pantas yang otomatis menambah nilai negatif untuk game ini.
4. Fast and Furious: Showdown
Gak banyak game hasil adaptasi film yang tergolong sukses. Namun, popularitas franchise Fast and Furious pastinya membuat versi gamenya ditunggu bukan hanya gamers, tapi non gamers sekalipun. Fast and Furious: Showdown digadang-gadang mampu menawarkan pengalaman berkendara secara liar ala Dominic Toretto dan Brian O'Conner di film.
Namun, ekspektasi itu seketika musnah ketika game ini dirilis dan coba dimainkan. Gameplay yang jauh dari kesan menegangkan seperti saat menonton film, efek mekanik yang membosankan, dan elemen-elemen yang sifatnya repetitif jadi beberapa faktor yang bikin game ini dibenci para gamers.
5. Ninja Gaiden 3
Game ini disukai para gamers hardcore karena terkenal dengan tingkat kesulitannya yang membuat setiap misinya sukar diselesaikan.
Kecekatan tangan sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan di game yang satu ini. Jika punya skill istimewa, kamu mungkin baru bisa mencoba menyelesaikan misi dalam game.
Antusiasme gamers dengan dua seri sebelumnya membuat Team Ninja selaku pengembang merilis Ninja Gaiden 3. Sayangnya, para gamers malah menyampaikan kekecewaannya karena seri ketiga justru lebih mudah dimainkan dibanding dua seri terdahulu.
Ternyata, pihak developer memang bertujuan untuk menjaring lebih banyak pemain dengan menurunkan tingkat kesulitannya.
6. Pay to Win
Dengan konsep Free to Play yang kian menguasai jajaran game online saat ini, konsep item mall tentu menjadi fitur yang dapat dimaklumi, karena pada akhirnya developer dan publisher menciptakan game untuk meraih sedikit keuntungan. Tentu saja dengan satu syarat utama, selama item mall yang tersedia ini hanya memberikan keuntungan secara kosmetik dan tidak memberikan efek apapun ke dalam gameplay.
Namun sayangnya, tidak sedikit game free to play yang justru menghancurkan keseimbangan suasana kompetitifnya sendiri dengan mendorong konsep Pay to Win.
Gamer diperkenankan untuk membeli senjata, equipment, karakter, bahkan beragam perk penguat untuk memastikan performa yang lebih di dalam pertempuran. Hasilnya? Tentu saja mimpi buruk.
7. “HD” Remake
Jika kita membicarakan salah satu tren yang tengah berkembang di industri game saat in, maka strategi HD Remake tentu bukan lagi sesuatu yang asing.
Sebagian besar gamer, termasuk kami, menyambut dengan sangat baik konsep ini.
Gamer mana yang dapat menolak kesempatan untuk mencicipi lagi game-game terbaik di masa lalu dalam balutan visualisasi yang lebih dapat dicerna sesuai standar teknologi saat ini.
Sayangnya, “HD” ini seolah menjadi formula mumpuni untuk meningkatkan daya jual untuk sebuah produk yang sayangnya, tidak sebanding. Tidak sedikit game HD Remake yang tampil berantakan, seolah mempertahanka visualisasi standar namun dipaksa untuk melebar ke definisi tinggi.
Hasilnya? Alih-alih mendapatkan detail yang lebih baik, setiap scene justru terlihat kabur.
Itulah lima game yang paling dibenci para gamers. Ternyata beberapa game yang sebelum dirilis sudah lebih dulu digadang-gadang akan jadi game terbaik, hasilnya malah mengecewakan para gamers. Kamu pernah memainkan lima game di atas?
Apakah kamu termasuk yang kecewa pada game-game tersebut.
Sebagai sebuah bisnis, penjualan super masif dan keuntungan tentu saja menjadi target utama yang ingin dicapai oleh setiap publisher dan developer, tidak hanya untuk memastikan diri mereka tetap eksis, tetapi juga memastikan roda perekenomian ini berputar dengan konsisten.
Hal yang serupa juga diterapkan oleh para produsen konsol yang akan terus memutar otak untuk memastikan hal ini terjadi. Namun masalahnya, solusi yang ditawarkan justru seringkali berakhir dengan sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginan gamer, bahkan melahirkan antipati tersendiri.
Aneh memang, namun inilah fakta yang terjadi di lapangan. Berbagai strategi dan kebijakan yang diambil oleh para produsen, developer, dan publisher justru sering berakhir pada hal-hal yang bertolak belakang dengan esensi dari gaming itu sendiri – kesenangan.
Syarat untuk menikmati game kian kompleks dan beragam, bahkan terkadang diambil tanpa mempertimbangkan kondisi gamer secara umum. Dengan dalih untuk menghadirkan pengalaman gaming yang lebih maksimal, quest untuk mencari keuntungan sebesar mungkin ini pun menjadi pertempuran ideologis bagi gamer.
Mempertahankan hak, sekaligus di sisi lain, mengembalikan gaming pada akar yang kian dilupakan.
Dari semua kebijakan yang pernah dan tengah diterapkan oleh industri game, kebijakan apa saja yang paling dibenci oleh para gamer?
hasilnya kurang memuaskan.
1. Fable III
Game bergenre RPG ini mendapat banyak pujian untuk seri pertama dan keduanya. Keduanya sukses mencapai angka penjualan yang tinggi. Kemunculan Fable III digadang-gadang akan lebih baik dan menyempurnakan seri pendahulunya, sekaligus menghasilkan angka penjualan yang lebih tinggi.
Sayangnya, hal itu hanya jadi harapan yang gak kesampaian.
Seri ketiga dinilai malah jauh dari kesempurnaan. Mayoritas pemainnya berpendapat bahwa banyak hal gak penting nan membuang waktu yang harus dilakukan mereka dalam game hingga mengesampingkan misi utama. Selain itu, gameplay Fable III juga dirasa lebih monoton dibanding seri sebelumnya.
2. Diablo III
Game buatan Blizzard ini gak disangka-sangka akan menuai hinaan dari para gamers. Game yang dianggap legendaris karena kesuksesan seri pertama dan keduanya ini gagal memenuhi ekspektasi gamers di serinya yang ketiga. Mereka menilai gameplay Diablo III sangat jauh dari sempurna.
Selain itu, memainkan game ini membutuhkan koneksi internet yang baik dan gak boleh terputus meski hanya sesaat. Gameplay yang dirasa terlalu pendek karena hanya berfokus pada kombinasi skill, serta varian equipmentyang terkesan biasa saja membuat game ini dirasa gagal memenuhi ekspektasi tinggi para gamers.
3. Duke Nukem Forever
Game ini bukanlah sekuel yang punya beberapa seri sebelumnya. Namun, game berjudul Duke Nukem Forever ini pernah digadang-gadang sebagai game terbaik di dunia karena proses pembuatannya yang memakan waktu lama. Bayangkan, semenjak awal dibuat game ini membutuhkan waktu belasan tahun untuk siap dirilis.
Meski karakter Duke tergambar dengan baik di game ini, namun elemen lainnya dinilai gagal total. Grafik dan visualnya dianggap ketinggalan zaman. Selain itu, banyak terselip konten yang dirasa gak pantas yang otomatis menambah nilai negatif untuk game ini.
4. Fast and Furious: Showdown
Gak banyak game hasil adaptasi film yang tergolong sukses. Namun, popularitas franchise Fast and Furious pastinya membuat versi gamenya ditunggu bukan hanya gamers, tapi non gamers sekalipun. Fast and Furious: Showdown digadang-gadang mampu menawarkan pengalaman berkendara secara liar ala Dominic Toretto dan Brian O'Conner di film.
Namun, ekspektasi itu seketika musnah ketika game ini dirilis dan coba dimainkan. Gameplay yang jauh dari kesan menegangkan seperti saat menonton film, efek mekanik yang membosankan, dan elemen-elemen yang sifatnya repetitif jadi beberapa faktor yang bikin game ini dibenci para gamers.
5. Ninja Gaiden 3
Game ini disukai para gamers hardcore karena terkenal dengan tingkat kesulitannya yang membuat setiap misinya sukar diselesaikan.
Kecekatan tangan sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan di game yang satu ini. Jika punya skill istimewa, kamu mungkin baru bisa mencoba menyelesaikan misi dalam game.
Antusiasme gamers dengan dua seri sebelumnya membuat Team Ninja selaku pengembang merilis Ninja Gaiden 3. Sayangnya, para gamers malah menyampaikan kekecewaannya karena seri ketiga justru lebih mudah dimainkan dibanding dua seri terdahulu.
Ternyata, pihak developer memang bertujuan untuk menjaring lebih banyak pemain dengan menurunkan tingkat kesulitannya.
6. Pay to Win
Dengan konsep Free to Play yang kian menguasai jajaran game online saat ini, konsep item mall tentu menjadi fitur yang dapat dimaklumi, karena pada akhirnya developer dan publisher menciptakan game untuk meraih sedikit keuntungan. Tentu saja dengan satu syarat utama, selama item mall yang tersedia ini hanya memberikan keuntungan secara kosmetik dan tidak memberikan efek apapun ke dalam gameplay.
Namun sayangnya, tidak sedikit game free to play yang justru menghancurkan keseimbangan suasana kompetitifnya sendiri dengan mendorong konsep Pay to Win.
Gamer diperkenankan untuk membeli senjata, equipment, karakter, bahkan beragam perk penguat untuk memastikan performa yang lebih di dalam pertempuran. Hasilnya? Tentu saja mimpi buruk.
7. “HD” Remake
Jika kita membicarakan salah satu tren yang tengah berkembang di industri game saat in, maka strategi HD Remake tentu bukan lagi sesuatu yang asing.
Sebagian besar gamer, termasuk kami, menyambut dengan sangat baik konsep ini.
Gamer mana yang dapat menolak kesempatan untuk mencicipi lagi game-game terbaik di masa lalu dalam balutan visualisasi yang lebih dapat dicerna sesuai standar teknologi saat ini.
Sayangnya, “HD” ini seolah menjadi formula mumpuni untuk meningkatkan daya jual untuk sebuah produk yang sayangnya, tidak sebanding. Tidak sedikit game HD Remake yang tampil berantakan, seolah mempertahanka visualisasi standar namun dipaksa untuk melebar ke definisi tinggi.
Hasilnya? Alih-alih mendapatkan detail yang lebih baik, setiap scene justru terlihat kabur.
Itulah lima game yang paling dibenci para gamers. Ternyata beberapa game yang sebelum dirilis sudah lebih dulu digadang-gadang akan jadi game terbaik, hasilnya malah mengecewakan para gamers. Kamu pernah memainkan lima game di atas?
Apakah kamu termasuk yang kecewa pada game-game tersebut.
Comments
Post a Comment